Minggu, 09 Agustus 2015

My Life



My Life
            Tuhan, aku tau ini adalah sebuah cobaan. Aku tau Kau menyayangiku dan ingin tau seberapa kuat aku. Aku tau Kau menginginkan aku menjadi perempuan tangguh. Kau ingin aku menjadi pribadi yang tak mudah menyerah.
          Tuhan, aku ingin bertanya? Kenapa Kau ciptakan air mata? Banyak yang bilang ‘air mata’ adalah simbol kelemahan. Tiap malam, aku merasa sepi, aku merasa sendiri, aku lelah, aku pasrah dan aku hanya bisa menangis. Aku tak ingin menangis, tapi air mata ini serasa tumpah memenuhi pelupuk mata. Aku benci tangisan, aku tak ingin menangis, tapi derita ini selalu memaksaku untuk menangis. Aku selalu tak kuasa menahan air mata ini.
          Tuhan, aku ingin menjadi wanita tangguh seperti ibuku. Ia selalu menampakan wajah ketegaran di depan kami anak-anaknya. Walau kadang banyak yang mencemoohnya, ia selalu menampakan wajah penuh semangat tiap pagi. Walau pernah aku melihatnya menangis, mungkin karena ia tak kuasa menahan sakitnya derita.
          Tuhan, aku percaya, ada hikmah dibalik ini semua. Tolong, beri aku dan keluargaku kekuatan iman untuk menghadapi ini semua. Jadikan cobaan ini sebagai alasan menjadikanku pribadi yang kuat, yang pantang menyerah.
          Hidup ini kejam, jika tak mempersiapkan diri untuk menjadi tangguh dari sekarang, pasti akan kalah di pertengahan. Aku yakin aku bisa mencapai finish dengan gemilang walau penuh luka, walau akhirnya harus tertatih atau merangkak menuju kemenangan.
          Terkadang, aku merasa tak memiliki apa-apa. Aku merasa sangat bodoh, merasa sangat sendiri. Aku benci, aku benci semuanya, semuanya sangat egois. Tak ada satupun yang mampu mengerti aku.
          Ketika aku menangis, aku ingin ada satu orang yang merangkul, menyemangatiku, menenangkanku dan menghapus air mataku. Aku lelah menangis sendiri, aku lelah Tuhan. Ibuku bisa menjadi satu orang itu tapi yang kuharapkan bukan ibuku, aku tak ingin menambah beban dengan menangisi cobaan ini. Teman? Mereka tak mungkin menjadi satu orang itu. Aku ‘fake smile’ mereka percaya, bahwa aku bahagia. Padahal jika benar-benar seorang teman, ia bisa membedakan mana senyum penuh keikhlasan dan mana yang karena keterpaksaan.
          Hidup ini terlalu monoton bagiku. Cobaan ini seperti tak berujung. Tuhan, bisakah Kau membiarkanku dan keluargaku tertawa tanpa beban? Aku ingin melihat ayah dan ibuku tersenyum. Semakin hari, kulit mereka semakin tampak berkeriput, menandakan usianya tak lagi muda. Tapi selama ini aku belum membahagiakannya, aku hanya bisa menyusahkan mereka, kadang perkataanku melukai hati mereka.
          Tuhan, anak macam apa aku ini? Kapan aku bisa membantu meringankan beban ayah ibuku? Besarkanlah aku supaya menjadi perempuan sholeha nan berbakti pada ayah ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Rasa

Cinta.. Sulit bagiku mengartikan sebuah rasa cinta Kata-kata pun seakan bisu untuk menerjemahkannya Ibarat mata yang tak bisa meman...