Kamis, 20 Agustus 2015

masa depan yang indah menantiku



Lamunanku
        Ku duduk termenung dengan pandangan kosong lurus kedepan. Telingaku menangkap suara orang hilir mudik, fikiranku entah kemana. Tanganku memainkan pulpen diatas tumpukan kertas. Dan kemudian ku pandangi buku catatan diary-ku yang lusuh, sedari SD aku sudah menyukai dan nyaman dalam dunia tulis menulis, apa yang terjadi dalam hidupku ku abadikan dengan pulpen dan kertas ini. Semua tercatat, dan tersusun rapi, lembaran-lembaran kertas itu ku beri nama ‘didy’. Yang senantiasa menjadi tempatku mengadu keduaku setelah Allah.
        Kali ini lamunanku tentang ‘masa depanku’. Akan jadi apa nanti aku ketika status ‘pelajar’ sudah berakhir? Akan lanjut kemana? Apa aku akan terus mengikuti alur hidup ini tanpa pegangan, ibarat berada diatas kapal pasti akan terjatuh ketika kapal dihantam ombak besar.
        Akankah aku tetap berada dalam zona nyamanku? Tak selamanya aku akan berada dalam dekapan umi abiku. Aku harus keluar dari zona nyaman, menghadapi dunia yang besar dan kejam, kehidupan diluar sana jauh lebih keras.
        Pernah sekali, aku keluar malam, sendiri. Menyusuri jalan raya yang besar, kendaraan-kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi, tak peduli disini ada seorang remaja yang merasa takut, merasa tak aman berada diluar sendirian. Jalanan tampak tak peduli denganku, orang-orang kadang menatapku, tatapan yang membuatku takut, aku tak mampu mengartikan arti tatapan itu.
        Ku susuri jalanan yang hanya diterangi lampu kuning, remang-remang. Ku lirik arlojiku, sudah pukul 9.00 p.m dan aku harus segera tiba di rumah, dengan tergesa dan was-was ku laju kendaraanku dengan kecepatan umum. Jujur, aku takut berada dalam tempat yang gelap. Bukan hantu yang kutakutkan, tapi seseorang yang berniat jahat. Aku merasa tak aman.
        Aku hanya seorang perempuan, aku butuh pelindung. Bagaimana nanti setelah aku lepas dari status ‘pelajar’? Bagaimana nanti ketika aku terjun dalam dunia perantauan? Mampukah aku menjaga diriku sendiri? Tak selamanya umi abiku menjaga dan melindungiku. Akan ada masa dimana aku yang harus menjaga mereka, melindungi mereka. Membalas kasih sayangnya selama ini, walaupun pasti tak terbalaskan semuanya.
        Tapi, setidaknya aku mampu membuat mereka bahagia dimasa tuanya. Aku ingin mengukir senyum diwajah orang tuaku, aku ingin meraka bangga mempunyai anak sepertiku. Tapi apa bisa? “Bisa, Nisa pasti bisa”. Dan lagi-lagi aku tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi otakku, aku hanya mampu tersenyum kecut ketika pertanyaan itu meminta jawabannya.
        Tuhan, tolong kuatkan diriku ini, aku ingin menjadi kuat. Setidaknya mampu menjaga diriku dan keluargaku. Bukan hanya hebat dalam hal bela diri, namun hebat mental dan iman. Supaya aku mampu menghadapi ujian dariMu tanpa putus asa.
        Kirimkanku juga sahabat dalam menapaki masa depan, sahabat hidup sejati, yang mau jatuh bangun bersama. Sahabat sekaligus kekasih hati, yang nanti akan saling membantu, saling menjaga, saling menyayangi, saling memberi dan saling memotivasi.
        Jujur, jiwaku terlalu lemah ketika diterjang masalah, maka dari itu, aku ingin dia yang mampu memotivasiku. Dan aku akan memotivasi dia ketika dia membutuhkan motivasi. Bukan begitu yang namanya sahabat hidup seperjalanan?
        Saling membawa ‘cahaya’ dan berjalan melewati lorong panjang yang kadang gelap, menuju masa depan yang cerah. Dan ketika di tengah lorong yang gelap, salah satu dari kami terjatuh, maka salah satu dari kamu akan senantiasa membantu bangkit dan berjalan selangkah demi selangkah, beriringan hingga mencapai kesuksesan bersama. Susah, bahagia, jatuh dan bangun bersama.
         Hidup sebenarnya sangat indah, apalagi ketika ada yang mampu menemani untuk melewatinya. Walau harus menangis bersama tetapi bukankah setelah hujan akan ada pelangi yang indah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sebuah Rasa

Cinta.. Sulit bagiku mengartikan sebuah rasa cinta Kata-kata pun seakan bisu untuk menerjemahkannya Ibarat mata yang tak bisa meman...